Jumat, 02 September 2016

4 Kakak-Adik yang Pernah Bermain Bersama di Persija Jakarta

bhonky bhonkyholics

2qjbt3s.jpg
4 Kakak-Adik yang Pernah Bermain Bersama di Persija Jakarta
article_separator.png



Oleh : Gerry Putra



Sejarah panjang Persija Jakarta telah menghasilkan beberapa pemain bersaudara yang bermain bersama di klub ibukota tersebut.
Sebagai klub besar, Persija Jakarta memiliki stok pemain berlimpah dari level usia muda hingga senior. Bahkan pada era 1950an hingga 1970an, stok pemain Persija sudah cukup untuk membentuk dua hingga tiga tim untuk mengikuti turnamen sepak bola yang waktu berdekatan.

Dari banyaknya pemain yang pernah dihasilkan Persija, tak jarang Macan Kemayoran kerap melahirkan pemain kakak beradik dalam satu tim. Yang menarik, hampir setiap era Persija memiliki pemain kakak beradik.

Pemain kakak beradik di Persija pun tak kalah mentereng. Soegija, Soegito dan Soetjipto Soentoro bisa dibilang generasi pertama pemain kakak beradik ditubuh Persija. Sayangnya, ketika Persija menjadi tim super tahun 1964, hanya Soegito dan Soetjipto saja yang merasakan label tersebut. Selain itu masih ada Sumirta dan Suhanta, lalu Darmadi bersaudara yang nantinya akan diteruskan oleh anak-anak mereka di era modern, yakni Andro Levandy & Adixi Lenzivio.

Kini mencoba untuk mengulas perjalanan dan prestasi apa saja yang mereka pernah berikan untuk Persija Jakarta.






hkhk.ico
Soentoro Bersaudara

Soetjipto Soentoro bersama tim nasional Indonesia dalam tur Eropa


Soentoro bersaudara bisa dibilang menjadi pembuka pemain kakak beradik di Persija. Nama keluarga Soentoro memang terkenal berkat keahlian sepak bola dari Soetjipto Soentoro, salah satu legenda sepakbola Indonesia. Gareng (sapaan akrab Soetjipto) merupakan pemain paling muda yang pernah bergabung dengan Persija.

Keluarga Soentoro Djajasapoetro memang memiliki anak-anak yang gila bola. Tercatat, ada tiga anak lelakinya yang masuk ke Persija melalui klub PS Setia dan IPPI Kebayoran, yakni Soegija, Soegito dan Soetjipo.

Bukan hal yang mengherankan jika PS Setia menjadi pelabuhan ketiga Soentoro itu untuk hijrah ke Persija, karena klub tersebut bermarkas di Kebayoran yang dekat dengan kediaman Soentoro di Gandaria.

Namun dari ketiga nama tersebut, Soetjipto lah yang menjadi bintang besar sepak bola Indonesia. Bergbung dengan Persija pada tahun 1957, usia Soetjipto kala itu masih 16 tahun. Bakat besarnya di sepak bola mendapat keistimewaan di Persija, dan ia pun langsung bergabung dengan tim senior.

Soetjipto muda langsung bermain dengan bintang-bintang Persija kala itu, seperti Tan Liong Houw, Bob Hippy, Giok Po, Chris Ong, Bob Amanopudjo, Dirhamsyah, hingga Djamiat Dalhar. Sedangkan Soegito harus merangkak dari tim junior Persija sebelum masuk
ke senior.

Dari pengalaman itulah, Soetjipto akhirnya punya bekal untuk membawa Persija menjadi tim super. Tahun 1964 menjadi tahun revolusi Persija, dengan gencarnya penggunaan pemain-pemain muda. Pelatih drg Endang Witarsa, yang memimpin klub ibukota ini ketika itu, memang punya pakem sepak bola cepat dan atraktif, dan pola itu hanya bisa dimainkan jika tenaga muda mengisi seluruh posisi penting di Persija.


Line-up Persija di tahun 1964 (Foto: Juara.net)



Soetjipto yang lebih berpengalaman menjadi kapten. Soegito yang juga kerap mencetak gol, dimasukkan ke tim 1964. Bahkan pada pertandingan melawan PSP Padang di Jakarta 3 Juli 1964, Soetjipto dan Soegito sama-sama mencetak gol untuk kemenangan Persija 7-0.

Tak pelak, duet Soentoro bersaudara itu membawa Persija menjuarai kompetisi PSSI tahun 1964 dengan catatan tanpa terkalahkan. Generasi emas Soentoro mencapai puncak kejayaannya di tahun tersebut.

Setelah tahun 1964, nama Soegito mulai memudar tapi Soetjipto terus berkibar. Tak hanya di Persija, Soetjipto juga dipuja oleh publik sepak bola nasional karena permainannya. Soetjipto pensiun dari dunia sepak bola pada tahun 1971 setelah gagal membawa Persija juara pada kompetisi PSSI pada tahun yang sama.






hkhk.ico
Sumirta, Suhanta, dan Supendi


Keluarga Betawi Petamburan, Djali, memberikan sumbangsihnya untuk Persija dalam bentuk pemain kakak beradik. Tercatat tiga anaknya pernah membela Persija pada era 1970an, yakni Sumirta, Suhanta & Supendi.

Ketiganya merintis sepak bola melalui klub internal Persija. Suhanta yang namanya cukup populer kala itu berasal dari klub Tunas Jaya. Setelah permainannya dinilai berkembang, bersama kedua saudaranya, Sumirta dan Supendi, ia memilih bergabung ke klub elit internal Persija, PS Jayakarta, pada tahun 1970.

Di Jayakarta, Sumirta dan Suhanta menjadi tulang punggung klub yang bermakas di Ragunan itu. Bermain baik di kompetisi internal Persija, Sumirta dan Suhanta masuk ke tim utama Persija untuk kompetisi PSSI tahun 1973. Di tahun tersebut keduanya menyumbangkan gelar juara PSSI untuk ketujuh kalinya dalam sejarah Persija.

Keduanya mampu bersaing dengan nama-nama beken Persija kala itu, seperti Anjas Asmara, Oyong Liza, Iswadi Idris, Yudo Hadiyanto, sampai Andi Lala. Tak hanya sekedar pelengkap, Sumirta dan Suhanta pun kerap menjadi andalan pelatih Sinyo Aliandoe dalam strategi racikannya.

Suhanta pernah menjadi penentu kemenangan Persija di final Piala Marah Halim tahun 1977. Gol tunggalnya ke gawang timnas Jepang membawa Persija merebut Piala Marah Halim, yang merupakan turnamen kelas Internasional.
Kiprah Sumirta juga tak kalah mentereng. Namanya kerap menjadi pemain inti Persija di kompetisi PSSI baik itu dalam zona regional maupun babak nasional di Jakarta.

Sedangan Supendi tak setenar kakak-kakaknya. Meski demikian, Supendi menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pemain pelapis, termasuk saat dirinya bermain sebagai penggant Iswadi Idris dalam laga melawan Ajax Amsterdam tahun 1975.






hkhk.ico
Darmadi Bersaudara

Darmadi bersaudara berdampingan di foto line-up Persija (Foto: persijamuda.com)


Macan Kemayoran di era 1980an dipimpin tokoh muda sekaligus Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Ir. Todung Barita Lumbanraja. Hadirnya Bang Todung (sapaan akrab Todung Barita) di tahun 1984 memang menjadi pembeda. Sebelumnya, prestasi Persija melorot tajam dengan banyaknya konflik internal saat kepengurusan Drs. Anwari.

Saat Persija hampir terancam degradasi, Darmadi bersaudara datang ke Jakarta dan langsung mengangkat prestasi Si Merah-Putih. Keduanya masuk ke Persija saat tim mengalami fase terburuk tahun 1985. Adityo & Didik masuk setelah bergabung dari Indonesia Muda Solo ke Indonesia Muda di Jakarta, sehingga sudah bisa dimainkan Persija.

Di Persija, Darmadi bersaudara menjadi andalan. Didik yang bermain sebagai full-back selalu sulit ditembus sayap lawan, termasuk oleh pemain top seperti Ajat Sudrajat. Sedangkan Adityo Darmadi adalah bomber maut Persija. Sosoknya selalu menjadi momok pertahanan lawan, termasuk bagi duet bek Persib Bandung, Robby Darwis dan Adeng Hudaya.


Adityo Darmadi dijaga ketat dalam pertandingan melawan Persib Bandung (Foto: bola.com)


Selain di Persija, Didik dan Adityo juga menjadi andalan tim nasional Indonesia di era 1980an. Keduanya memperkuat Indonesia di ajang Pra Piala Dunia 1986, sekaligus menyumbangkan medali emas SEA Games tahun 1988 di Jakarta.

Darmadi bersaudara membawa Persija kembali menjadi tim yang disegani. Didik dan Adityo menjadi bagian dari Persija yang meraih gelar runner-up di Kompetisi Divisi Utama Perserikatan tahun 1988. Saat itu, peluang juara Persija yang sudah di depan mata, harus terbang karena Persebaya Surabaya dapat menaklukan Jakarta lewat sebuah pertandingan ketat.

Khusus untuk Adityo, dia adalah pujaan pendukung Persija pada era itu. Gaya Adityo yang sedikit ortodok dan berperan sebagai pivot di lini depan mengingatkan sosok Bambang Pamungkas pada era ini. Jika BP punya sundulan akurat, maka Adityo punya tendangan kaki kanan yang sangat keras.






hkhk.ico
Andro Levandy & Adixi Lenzivio

Adixi Lenzivio saat berseragam Persija (Foto: Tribunnews.com)



Generasi kakak beradik di Persija belum putus hingga saat ini. Adalah Andro Levandy dan Adixi Lenzivio yang meneruskan tradisi tersebut pada Indonesia Super League musim 2015. Yang menarik, keduanya adalah putra dari legenda Persija, Adityo Darmadi.

Jika dibanding dengan Andro, sang adik boleh dibilang lebih memiliki ‘darah Persija’. Pasalnya Adixi pernah membela klub Menteng FC di kompetisi internal Persija.

Selain itu, karier Adixi pun dimulai dari Persija U-18 yang berlanjut ke Persija U-21 tahun 2008. Saat itu usianya masih 16 tahun dan dipercaya menjadi penjaga gawang ketiga Macan Muda.

Kerja kerasnya di Persija U-21 berbuah manis. Musim 2012, namanya masuk menjadi penjaga gawang ketiga Persija senior. Bahkan, pada musim 2013, Adixi sempat menjadi penjaga gawang nomor satu Persija, setelah Andritany memilih untuk keluar sementara dari Persija.


Andro Levandy berduel dengan kiper PSAL dalam sebuah laga ujicoba (Foto: Tribunnews.com)


Sedangkan Andro Levandy mengenal sepak bola melalui SSB Asiop Apacinti Jakarta. Berbeda dengan Adixi, sang kakak memulai karier juniornya dari tim Persijatim Jakarta Timur. Andro menjadi bagian dari skuat Persijatim U-18 pada kompetisi Piala Suratin tahun 2005 Andro bahkan harus merantau terlebih dahulu ke Persela Lamongan untuk sekedar menaikan namanya.

Akhirnya setelah beberapa tahun berselang, Andro bergabdung dengan Persija. Dirinya masuk menjelang kompetisi ISL 2015 bergulir. Akan tetapi, ISL 2015 harus berhenti akibat sanksi administratif FIFA. Kompetisi pun bubar dan skuat Persija juga dibubarkan dalam jangka waktu yang tak menentu. Andro dan Adixi pun berpisah dari tim Persija.

Kini, setelah tak di Persija, Andro fokus pada kuliahnya dan Adixi kerap bermain untuk tim PS Perbanas di kompetisi antar kampus.


ttd-bhonkyholics.png


separator2.png

article_separator.png
Source
article_separator.png


bbbhhh-pp9-icon.ico

article_separator.png
KUNJUNGI KAMI
twit.ico fb.ico reverb.ico soundcloud.ico web.ico logobhonky.ico mwb.ico 4shared.ico gg.ico kaskus.ico yutube.ico 1461251255.ico



Tidak ada komentar:

Posting Komentar