Casual Culture
Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar "Supporter bola" ? tentu saja kalian pasti akan tertuju pada pendukung salah satu tim dari olahraga sepakbola, bukan bola basket, bola tennis, atau pun bola takraw.
Dari kata tersebut pula, imajinasi kita mungkin akan menggambarkan sekelompok orang yang berada di sekeliling lapangan di dalam stadion maupun di depan televisi untuk menyaksikan tim kesayangannya bertanding. Pertanyaan selanjutnya, sesempit itukah ?
Jika kita mendalami kata "Supporter bola" tersebut, ternyata memiliki bahasan yang cukup kompleks & luas, mulai dari sejarah, pengelompokan, kultur, rivalitas, chants, warna, dan lain-lain.
Berdasarkan pengelompokkannya, jenis supporter bisa terbagi-bagi berdasarkan kultur dan cara mendukung tim mereka. Menarik untuk mengenal lebih jauh mengenai ciri khas dari masing-masing macam supporter, mulai dari cara berpakaian, tindakan, serta kreativitas dalam mendukung tim saat berada di area stadion.
Kita mulai dari subkultur Casual.
Merupakan subbagian dari budaya asosiasi sepak bola yang ditandai oleh hooliganisme sepak bola & mengenakan pakaian desainer mahal Eropa. Subkultur berasal di Inggris pada akhir 1970-an ketika banyak hooligan mulai memakai label desainer dan olahraga mahal untuk menghindari perhatian polisi. Mereka tidak memakai warna klub, sehingga lebih mudah untuk menyusup kelompok saingan dan untuk masuk ke pub.
Sejarah Casual
Subkultur kasual dimulai pada akhir 1970-an setelah penggemar Liverpool FC dan Everton FC memperkenalkan seluruh Inggris pada mode Eropa yang mereka peroleh saat mengikuti tim mereka di pertandingan Eropa. Fans ini tiba kembali di Inggris dengan desainer olahraga mahal dari Italia dan Perancis, yang sebagian besar mereka jarah dari toko. Para penggemar membawa kembali banyak merek pakaian unik yang tidak pernah terlihat di negara ini sebelumnya.
Kemudian penggemar lainnya kaget terhadap barang-barang pakaian langka, seperti pakaian Lacoste atau Sergio Tacchini, bahkan Adidas. Pada saat itu, pasukan polisi masih banyak mengawasi supporter skinhead yang mengenakan sepatu Dr Martens, dan tidak memperhatikan fans dengan desainer pakaian mahal.
Pada 1980-an, label pakaian yang terkait dengan casual terdiri dari: Ellesse, Pringle, Burberry, Fila, Stone Island, Umbro, CP Company, Fiorucci, Pepe, Benetton, Ralph Lauren, Henri Lloyd, Lyle & Scott, Ben Sherman, Fred Perry, Kappa dan Slazenger. Tren fashion sering berubah, dan subkultur kasual mencapai puncaknya pada akhir 1980-an.
Pada pertengahan 1990-an, subculture casual mengalami kebangkitan, tetapi penekanan gaya telah berubah sedikit. Banyak penggemar sepak bola mengadopsi tampilan casual sebagai semacam seragam, mengidentifikasi mereka sebagai berbeda dari pendukung klub biasa. Merk pakaian terkenalnya adalah Stone Island, Aquascutum, Burberry, Lacoste, Prada, Façonnable, Hugo Boss, Maharishi, Mandarina Duck & Dupe. Pada akhir 1990-an, banyak pendukung sepak bola mulai bergerak menjauh dari merk yang dianggap seragam, karena perhatian polisi bahwa merk ini menarik. Beberapa desainer juga menarik desain tertentu setelah desain mereka termasuk kedalam casual.
_
Adidas, Lyle & Scott, Fred Perry, Armani, Lambretta, Lacoste, nudie Jeans, Edwin dan Superga. Banyak casual telah mengadopsi tampilan yang lebih halus & underground, menghindari merek pakaian yang lebih utama untuk label pakaian independen.
Jika ingin membeli secara online, site khusus yang menjual secara online pakaian casual sebenarnya banyak, salah satunya bisa dilihat di thecasualfactory.com.
Tidak ada aturan khusus dalam mengikuti firm casual ini, apakah harus merk adidas, nike, lacoste, stone island and whatever they are called yang pasti casual disini adalah kita berpakaian rapih saat menyaksikan pertandingan, karena menurut mereka stadion adalah "tempat ibadah" yang harus dihormati, gunakan sepatu, jangan sandal apalagi tidak menggunakan alas apapun seperti grassroot yang anarkis dan selalu nyanyikan lagu-lagu rasis yang sekeras apapun suaramu, tidak akan menambah semangat pemain. Just support your local team with loud shouts, hands in the air, and of course...flare!
Source
KUNJUNGI KAMI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar