FLARE DALAM KULTUR SEPAK BOLA
FLARE, APAKAH ITU ?
Flare, mungkin sudah diantara kita yang banyak melihat pertunjukan salah satu jenis petasan asap ini. Banyak sekali kesebelasan diseluruh penjuru dunia mempunyai suporter yang tak pernah absen untuk menyalakan flare pada saat sebelum pertandingan ataupun setelah pertandingan berlangsung. Flare itu sendiri merupakan pyroteknik yang menghasilkan cahaya terang ( api ) atau panas yang intens tanpa disertai ledakan. Flare ini biasanya digunakan sebagai sinyal ataupun sebuah kode suar, sebagai alat penerangan, atau sebagai perlengkapan dalam kemiliteran. Jenis-jenis Flare itu sendiri pun sangat beragam, mulai dari jenis ukuran, dan fungsinya, seperti contohnya percikan api yang berwarna merah terang dengan kebulan asap yang sangat tebal.
Secara umum flare menghasilkan sebuah cahaya karena pembakaran logam magnesium yang kadang kadang dicampur dengan logam lain untuk menghasilkan warna lain yang akan berbeda dari warna yang aslinya. Flare ini sendiri mempunyai sifat tidak bisa padam atau tidak bisa mati walaupun disiram oleh air karena mempunyai sifat untuk memberi sebuah tanda apabila terjadi hal hal yang sangat penting dan bersifat darurat. Pada umumnya gas ataupun kebulan asap yang dihasilkan oleh flare “red flare/hand falre: itu sendiri mempunyai ketebalan asap yang sangat pekat & bersifat ajeg, atau dalam artian kebulan asap tersebut dapat dengan lama bertahan berputar-putar di udara dengan jangka waktu yang lama karena dipengaruhi oleh sifat gas dalam flare tersebut.
Dalam ranah sepakbola Flare ini memiliki fungsi yang lain. Flare disini banyak digunakan untuk memeriahkan suasana sekaligus sebagai simbol dukungan suporter kepada tim kesayangan mereka. Bisa juga Flare diartikan sebagai “tekanan” terhadap lawan, merayakan gol-gol kemenangan / ungkapan kegembiraan ataupun sekedar sebuah ungkapan kekecawan supporter dalam sepakbola. Saya sendiri juga tidak begitu tahu & memahami soal-menyoal dan asal-usul mengapa flare dinyalakan di dalam stadion dalam sebuah pertandingan.
Tentunya ini memerlukan sebuah pembahasan yang sangat kompleks untuk paham dan mengetahuinya, karena tentu tak ada asap maka tak ada api. Tentu ada sebuah cerita ataupun kabar burung yang menyertai tentang flare di dalam stadion, ini tidak hanya bagi supporter di Indonesia namun juga para supporter di luar negeri macam seperti Ultras dan Holigans di Inggris Raya.
Anda semua pasti sudah tidak asing lagi dengan sebutan kelompok suporter “ULTRAS”. Kelompok supporter yang terkenal sangat fanatik mendukung tim kesayangannya. Mereka “Ultras” tergolong supporter yang ekstrim dalam bertindak (GARIS KERAS) yang terkenal mempunyai ideology politik tersendiri yang mereka anut. Mereka rela berdiri sepanjang pertandingan berlangsung, karena di sebagian negara yang terkenal dengan supporter Ultras tersebut, seperti Di Italia atau Di Amerika Latin seperti di Argentina, menyediakan tribun-tribun tersendiri untuk berdiri di salah satu sudut stadion mereka. Selain itu para Ultras terserbut juga senang menyalakan kembang api, red flare dan smoke bomb di dalam stadion.
Kelompok Ultras pertama kali lahir ada di Negara Italia bernama “Fossa dei Leoni” salah satu kelompok supporter klub AC Milan, pada tahun 1968.
Ultras juga sempat mencuri perhatian dunia pada pertengahan tahun 1980’an. Dalam konteks pemahan ini tentunya Red flare, hand flare dan smoke bomb tentu sudah lama sekali ada dan hadir di dalam stadion, mereka yang menggagas dan membawa flare ini tentu dari kalangan supporter kelas atas atau kelas radikal dan militan, karena dengan flare dan smoke bomb itulah mereka ingin di akui dan diketahui keberadaannya di tribun stadion.
Namun apakah penggunaan Flare ini sesungguhnya diperbolehkan. Dalam peraturan yang telah dikeluarkan oleh FIFA, tidak disebutkan bahwa Flare atau Hand Flare dilarang. Namun, dalam konteks yang lain disebutkan bahwa “Segala sesuatu yang membahayakan jalannya pertandingan harusnya tidak boleh terjadi.” sehingga jika berkaca pada pernyataan tersebut, bisa saja disimpulkan bahwa penggunaan flare pada pertandingan sepakbola tidak dilarang karena tidak adanya sebuah penjelasan yang rinci mengenai larangan flare dalam stadion. Maka dari itu FIFA melegalkan adanya Hand Flare karena penggunaannya tidak mengganggu jalannya pertandingan.
Sangat jarang sekali para suporter di Eropa, Inggris Raya ataupun di Negara-negara bagian Amerika dan Amerika Latin menyalakan Hand Flare, tetapi itu mereka para supporter dilakukan sesaat sebelum pertandingan ataupun sesudah pertandingan. Dan sangat jarang sekali ataupun bahkan tak ada dan tak terlihat sama sekali sekelompok supporter di Eropa dan Amerika menyelakan Red Flare di dalam stadion pada saat pertandingan berlangsung. Biasanya flare dinyalakan untuk mengapresiasi perjuangan pemain dan juga sebagai ekspresi kegembiraan setelah kemenangan, namun tak jarang juga sebagai ajang kekecewaan.
Dalam FIFA Safety Regulation mengenai Security Checks, flare tidak disebutkan sebagai barang yang dilarang untuk dibawa suporter masuk ke stadion. Memang disebutkan bahwa seseorang yang ingin masuk ke stadion tidak boleh membawa barang berbahaya, tapi tidak ada penyebutan flare disitu. Bahkan FIFA lebih menekankan kepada Alkohol yang mungkin dikonsumsi penonton selama menonton pertandingan.
Flare dalam Safety Regulation disebut dalam artikel 17 tentang Security Officer. Hanya saja FIFA menyebut secara lebih luas menggunakan kata Pyrotechnic. Artikel 17 poin 3 menyebutkan wewenang Security Officer ( penanggung jawab keamanan ) untuk menimbang resiko dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam sebuah pertandingan dengan berkoordinasi bersama pihak kepolisian, pihak kesehatan, pemerintah, dan berbagai pihak yang lainnya yang terlibat dalam manajemen sebuah even pertandingan. Hal yang perlu dipertimbangkan oleh Security Officer termasuk jika ada riwayat pendukung yang sering menggunakan pyroteknik. Tetapi tidak ada penegasan bahwa pyroteknik dilarang.
Ini berarti penggunaan pyroteknik semacam flare aturannya diserahkan kembali kepada organisasi sepakbola masing – masing negara dengan koordinasi dengan pihak keamanan kalau di Sepak bola kita negeri Indonesia ini berarti pihak PSSI lah yang mengeluarkan aturan untuk diperbolehkan atau tidaknya flare di nyalakan pada saat pertandingan berlangsung. Seperti halnya di Inggris yang tidak melarang flare. Flare selama tidak membahayakan jiwa penonton lainnya, selama tidak digunakan untuk membakar objek lainnya, selama tidak dilempar ke dalam lapangan sebelum, saat, & sesudah pertandingan berlangsung, ataupun asapnya tidak masuk ke lapangan,menurut saya sah – sah saja jika merujuk pada peraturan FIFA.
Penyelaan Red Flare juga terjadi di liga-liga Eropa, seperti English Premiere League, SERIE-A Italia. Bahkan pihak kepoliisian di liga-liga Eropa tersebut juga mengungkapkan bahwa meningkatnya jumlah flare dibawa ke lapangan sepak bola dengan pendukung adalah sebuah "kekhawatiran nyata".
Nah, bagaimana kalau di Indonesia ? Seringkali kita lihat bahwa Flare menyala berwarna warni saat pertandingan berlangsung, tak jarang wasit yang memimpin pertandingan sempat menghentikan untuk beberapa saat jalannya pertandingan karena jarak pandang para pemain tertutup oleh adanya asap yang ditimbulkan oleh Hand Flare tersebut. Sampai selesai menulis artikel tentang flare ini ramung pun saya belum begitu mengetahui dan paham, supporter klub apa, & di daerah mana flare pertama kali di nyalakan di dalam stadion yang ada di Indonesia pada waktu dahulu kala.
Yaaa……!!!!! Mungkin saya masih dalam kandungan ibu saya, jadi sedikit sulit mengetahui hal-hal yang sudah terjadi di masa lampau.
PSSI yang akhir-akhir ini sudah selesai dari kesemrawutan liga di Indonesia, dan melihat dari kejadian-kejadian yang ada di stadion-stadion akhirnya PSSI menambahkan peraturan baru bahwa suporter dilarang membawa Flare kedalam stadion. Walaupun memang sejatinya FIFA tidak pernah menyatakan bahwa Flare adalah sesuatu yang dilarang, namun FIFA sendiri menyerahkan pada masing-masing induk organisasi di seluruh dunia apakah membolehkan ataupun melarangnya. Dan, PSSI sebagai induk sepakbola nasional memutuskan untuk melarangnya.
Sesungguhnya, pertunjukan flare yang menyala di seluruh penjuru stadion merupakan suatu suguhan atraktif tersendiri, dan saya pun mungkin bisa mengamininya karena setidaknya saya juga pernah melihat langsung supporter menyelakan flare di dalam stadion. Melihat dan menonton langsung dari awal sampai akhir dalam sebuah pertandingan sepakbola, kita bisa sedikit mengetahui aroma kemeriahan, kebersamaan di dalam stadion tersebut, apalagi saat tim yang kita dukung ngegolin, dan ada yang nyalaain Red Flare beberapa detik setelah itu. Namun jika itu dilakukan berlebihan tentu akan mengganggu jalannya pertandingan, suatu hal yang merugikan tidak hanya buat para pemain tetapi juga para penonton yang merasa terganggu. Flare maritim & lainnya kembang api sering digunakan oleh Ultras disepak bola dan acara olahraga & lainnya untuk meningkatkan suasana, meskipun itu adalah ilegal untuk melakukannya di sebagian besar negara. Karena peningkatan fokus pada daerah tersebut, beberapa fans resor untuk memotong keamanan menangani dari flare untuk membuat mereka lebih mudah untuk menyelundupkan ke dalam stadion sepak bola, yang hanya menambah potensi bahaya keamanan membawa kembang api untuk berdiri ramai di dalam stadion.
Di Liga Super Indonesia, suporter klub – klub sering menyalakan flare sebagai bentuk dukungan. Seperti Jakmania pendukung Persija, dan waktu itu saya juga pernah lihat di tv. Biasanya flare “dibakar” ketika pertandingan memasuki 5 menit terakhir. Tak jarang juga red dan hand flare sudah tampak menyala terang pada tengah-tengah pertandingan, saat pertandingan sedang berlangsung bukan pada saat bertandingan menjelang usai di menit tambahan babak kedua.
Penyalaan kembang api flare di dalam stadion pada saat pertandingan berlangsung tentu sangat merugikan, bagi penonton yang lain dan juga para pemain serta jalannya pertandingan berlangsung.
Akhir akhir ini di Indonesia, sering kita jumpai beberapa pertadingan di pentas laga Indonesia Super League terhenti akibat supporter yang menyalakan flare dan kembang api, yang menurut pehaman wasit bahwa itu merusak pertadingan, karena kepulan asap yang menyelimuti lapangan. Terlepas benar atau salah penilaian tersebut, FIFA telah merilis bahwa flare, Kembang Api dan Petasan merupakan hal yang dilarang didalam pertandingan sepakbola. Cukup logis memang, ketika FIFA mengeluarkan larangan tersebut karena asap dari Flare bisa merusak konsentrasi pemain karena hilangnya jarak pandang dari si pemain tersebut. Efek dari kembang api dan petasan pun sangat berbahaya baik itu untuk pemain dan penonton itu sendiri. Untuk kali ini rupanya PSSI membuat sebuah terobosan dengan menerapkan peraturan FIFA tersebut dan sudah melaksanakan dengan menjatuhkan hukuman kepada tim-tim yang berlaga di pentas Sepakbola Indonesia bagi supporter mereka yang masih saja menyalakan flare di dalam stadion.
Bagi para supporter ini tentu hal yang yang menarik bukan, untuk dilakukan di dalam stadion, tapi lebih klimaksnya mungkin supporter harus sedikit lebih tahu, waktu menyalakan flare itu sendiri, agar tidak ada pihak-pihak yang akan dirugikan nantinya. Dan mencari ide-ide dan kreatifitas baru yang lebih fresh lagi & menyenangkan bagi semua supporter yang datang ke stadion.
HIDUP SEPAK INDONESIA…… !!!!!
Flare is not crime an also flare not forbid #NoFlareNoParty cause The real crime is WAR !!!
Source
KUNJUNGI KAMI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar